Jumat, 16 Agustus 2019

FLASH BACK TO SEVEN YEARS AGO

Sewaktu aku masih di bangku SMA, tepatnya kelas X, aku sudah berpikiran untuk berkunjung ke makkah al mukarromah. Entah mengapa hati ini sangat terpaut kepada tempat itu, sampai-sampai aku tuliskan di sebuah kertas dengan tulisan "Makkah" dan aku simpan di dalam dompet. Ini aku lakukan sebagai pengingat setiap harinya bahwa aku akan ke sana suatu saat nanti. Setiap hari sehabis sholat, aku selalu sempatkan membuka dompet dan berdo'a "Ya Allah semoga aku bisa ke tempat itu, setelah aku kuliah, mendapat pekerjaan, dan uang hasil jerih payah kerja akan kugunakan untuk berkunjung ke tanah suci". Aku tidak pernah memberi tahu siapapun dan bercerita kepada siapapun, rahasia ini hanya aku dan Allah saja yang tahu.

Hari demi hari, minggupun berganti. Aku terus merutinkan memanjatkan doa, bahwasanya Allah akan mendengar do'aku ini. Aku tidak pernah tahu bahwasanya Allah punya rencana lain untukku. Do'a yang kupanjatkan ini mungkin terbilang do'a untuk jangka panjang, ya karena waktu itu aku masih SMA, butuh 2 tahun lagi untuk lulus SMA, butuh 4 tahun lagi untuk lulus kuliah dan butuh beberapa tahun lagi untuk bekerja mencari maisyah (bekal dalam perjalanan ke tanah suci). Ada sebuah skenario yang sudah dirancang untukku sepertinya. Dan aku yakin kenapa Allah jatuhkan hatiku agar terpaut ke sebuah tempat sucinya di umur yang masih muda sekali.

Waktu itu aku adalah anak rantau. Orang tuaku memberi pilihan kepadaku untuk menjadi anak rantau agar aku bisa mandiri. Maklum saja, kalau di rumah aku sering mengandalkan orang tua dan juga pembantu, jadilah aku orang yang kurang mandiri dan semuanya serba instan. Menjadi anak rantau, semuanya harus serba dikerjakan sendiri, baik mencuci, setrika, dan membeli keperluan-keperluan sehari-hari. Aku bersyukur menjadi orang yang mandiri. Membiasakan diri mengatasi masalah dengan caraku sendiri, dan tentunya bagaimana jika masalah itu hadir, kemudian aku melibatkan Allah dalam mengatasinya. Dan yang paling penting adalah aku selalu berdo'a kepada Allah, "Ya Allah, seberat apapun cobaan yang Engkau berikan, tolong jadikan mudah bagiku". Segenting apapun keadaan, aku selalu ingat "All is well, Allah always be there for me".

Aku tahu kabar tentang Mekkah dari kedua orang tuaku. Orang tuaku sudah pernah melaksanakan haji sewaktu aku masih duduk di bangku SD. Mereka banyak cerita gimana gersangnya gurun disiang hari, dan sangat dingin di malam hari. Mereka bercerita tentang hajar aswad, jabal uhud, jabal rahmah, jabal magnet, dan makam Nabi Muhammad. Mendengar ceritanya saja, aku sudah sangat senang, apalagi kalau aku benar-benar berada di sana.

Ingat sekali, orang tua ku tiba-tiba datang ke sekolah, dan menjemputku untuk pergi ke suatu tempat. Aku hanya bingung, kenapa tidak memberi tahuku terlebih dahulu kalau ingin menjemputku di sekolah hari ini. Kebetulan juga hari itu sedang ada sosialiasi olimpiade sains nasional (OSN), dan aku adalah salah satu yang bakal diikutkan dalam olimpiade tersebut. Akhirnya aku izin untuk tidak mengikuti kegiatan belajar di hari itu juga. Ternyata orang tuaku tidak hanya mengajak aku saja, tapi juga kakak dan adikku. Mereka sudah standby di dalam mobil, menunggu aku yang masih berkemas-kemas meninggalkan sekolah. Aku masih belum ngeh sama-sekali, aku hanya mengiyakan saja ajakan orang tuaku. Sampailah aku di kantor imigrasi dan kemudian mengurus administrasi terkait pembuatan passport. Semua urusan administrasi semuanya lancar tanpa ada kendala.

Sesampainya di rumah, aku baru menanyakan buat apa passportnya nanti. Dengan suara yang begitu tegas dan jelas, bapakku bilang "Buat umroh bulan depan". Seketika itu juga, aku bisa terbang tinggi ke angkasa, dan meraih awan-awan di sana *ga denkk bercanda, wkwkw*. Intinya mah aku ga bisa ngomong apa-apa lagi selain ucapan hamdallah yang banyaaak sekali, dan mau nangis terharu, huhu. Sempat berbisik "kok secepat ini ya Allah, kan aku do'anya buat nanti kalau udah kerja". Padahal belum genap satu tahun aku kencangkan terus doanya, Alhamdulillah sudah diijabah. Allah punya rencana yang lebih baik dibandingkan rencana yang sudah aku buat dan pikirkan. Passportnya pun masih ada sampai sekarang, jadi koleksi pribadi.


Pernah baca sebuah tulisan yang redaksi kurang lebih begini:
"Jika apa yang kamu inginkan tidak membuatmu bangun di sepertiga malam untuk memohon kepada sang Maha segalanya, maka kamu belum serius dengan apa yang kamu inginkan".
Teruslah berdo'a, jangan putus ......

Sabtu, 02 Februari 2019

From Bioengineering to Software Engineering

Lulus dari perguruan tinggi adalah suatu hal yang berat bagiku. dilema selalu muncul, antara ingin mengaplikasikan keilmuan atau mencari tantangan baru. bagiku, mengaplikasikan keilmuan di perusahaan tampaknya akan membosankan, berdasarkan pengalaman pada saat aku kerja praktik dahulu. sesuai keilmuanku yaitu Bioengineering, kalau tidak berurusan dengan labolatorium, berarti aku berurusan dengan area produksi, seperti tanki separator, sentrifugator, bioreaktor dan juga sejenisnya. menurutku, hal yang membosankan saat berhadapan dengan pekerjaan labolatorium adalah melakukan sesuatu hal yang sama berulang-ulang di tiap harinya. mungkin memulai untuk pertama kalinya akan sangat menyenangkan dan kita akan berkata "wow keren", entah setelah beberapa lama aku lakukan, hal tersebut menjadi biasa saja dan membuat aku mengeluh "duh kok gini-gini ajah ya". beralih ke pekerjaan area produksi, bagiku instalasi proses produksi mungkin akan sangat menyenangkan karena disitu akan banyak hal baru yang dipelajari dan membuatku semakin mengerti teori yang selama ini aku pelajari. namun kenyataannya, hampir semua perusahaan sudah punya panduan baku terkait instalasi proses produksi, dan kita tidak perlu pusing untuk merancangnya lagi. dengan bekerja di area produksi, aku akan mendapatkan title process engineer, namun kenyataanya aku akan lebih bekerja sebagai excel engineer.

Ijazah sudah ditangan, saatnya aku sebar lamaran pekerjaan sebagai process engineer ataupun R&D diperusahaan makanan, obat-obatan, kimia dan lainnya. beberapa hari kemudian, panggilan tes bermunculan di emailku. namun aku masih ragu untuk hadir ke undangan tes tersebut. aku membayangkan sudah bekerja dan aku tidak menyukainya. bukannya aku tidak menyukai keilmuanku apalagi salah jurusan, tapi lingkungan pekerjaan yang kurang mendukung. Dan satu lagi, mungkin karena aku tipe yang kurang suka menunggu lama untuk mendapatkan result dari hasil penelitian kali ya, dan resultnya pun belum tentu berhasil dari setiap penelitian, padahal sudah menunggunya sekitar 3 bulan lamanya, lalu gagal, mau tidak mau harus mengulang lagi 3 bulan ke depan. greget juga jadinya. hehe

Selama itu juga aku selalu melakukan pencarian, pekerjaan apa yang cocok untukku. sempat terfikir untuk berbisnis, tapi orangtua sepertinya tidak akan merestui. hasil pencarianku terpilihlah startup company, khususnya yang bergerak di bidang IT. mereka menawarkan fleksibilitas working hours, dan sepertinya lingkungan pekerjaan akan menyenangkan. Dari situ akupun mulai tertarik untuk bergabung. Namun pertanyaan muncul kembali, "mau berkontribusi di bagian apa?". Berhubung IT company berhubungan erat dengan programming, aku berkesimpulan untuk berkontribusi di bagian tersebut. Sejak SMA aku sudah mengenal bahasa pemrograman, dan aku menggunakannya hanya untuk senang-senang semata, seperti membuat game. Dan di jurusan kuliahpun aku mendapat mata kuliah wajib 2 sks terkait pemrogramman, waktu itu bahasa yang digunakan adalah C++. Jadi aku tidak teralalu asing lagi dengan yang namanya bahasa pemrogramman. Terkadang juga bahasa pemrogramman memang dipakai di jurusanku untuk memodelkan suatu rancangan, biasanya bahasa yang digunakan adalah matlab. Ya jadi, aku yakin bahwa aku punya kapasitas dibidang pemrogramman juga donk.

Sebelum benar-benar terjun ke dunia yang berbeda ini, aku sempatkan untuk bilang dahulu kepada orang tuaku, lebih tepatnya meminta izin dahulu. Orang tuaku sudah mengeluarkan banyak uang untuk kuliahku, apa jadinya jika aku memutuskan untuk tidak berkarir di bidang yang sudah aku geluti selama 4 tahun lamanya ini. Sempat terfikir, kalau aku memutuskan untuk terjun ke dunia ini, orang tuaku akan tersinggung, karena mungkin mereka akan merasa pengorbanannya untuk kuliahku hanya sia-sia belaka, kalau akhirnya ilmu yang aku dapatkan tidak digunakan dalam berkarir. Tapi dengan bismillah, aku tetap mencoba berdiskusi dengannya.

Setelah berdiskusi dengan kedua orangtuaku, alhamdulillah mereka tidak keberatan dan tersinggung sama sekali dengan keputusanku. Mereka hanya berpesan, "kalau memang bisa terjun ke dunia itu, silahkan lakukan". Ridho kedua orang tua sudah kudapatkan, dan aku yakin Allah akan membukakan jalan yang lebar untukku ke depannya. Jika orang tuaku sudah ridho, apapun akan mereka support untukku, baik doa, moral, moril maupun finansial. Ini adalah modal awal aku memulai berkarir di ranah IT.

Tahap selanjutnya adalah bagaimana untuk memulainya?

Aku awali dengan membuat pesan email kepada dosenku selama aku mengambil matakuliah PTI (Pengantar Teknologi Informasi). Waktu itu aku niatnya ingin mengambil S2 di bidang informatic engineering, jadi pesan yang aku kirimkan terkait, bisa atau ga sih aku ambil S2 di bidang tersebut, walaupun background S1 tidak relatable. dan inilah jawaban beliau yang membuatku semakin yakin.





Aku yakin, tidak ada ilmu yang sia-sia, semua akan berguna pada waktunya. dan Aku juga yakin, kenapa Allah mentakdirkanku untuk bisa berkutat di dunia Bioengineer dan IT, mungkin keduanya akan match suatu saat nanti, atau ada rencana lainnya yang Allah sediakan untuku. keep positive thinking and do something.

Senin, 08 Januari 2018

Perpanjang SIM A dan C

Mau cerita nih pengalaman saya perpanjang SIM A dan C, khususnya di kampung halaman saya yaitu Indramayu. Kantor POLRES untuk urusan perpanjangan SIM untungnya tidak jauh dari rumah, jadi tidak perlu melakukan perjalanan yang jauh. Sepertinya saya belum terlalu sering menggunakan kedua kendaraan tersebut, tiba-tiba 5 tahun sudah berlalu saja dan saya harus mengurus perpanjang masa berlaku kedua SIM tersebut. Waktu begitu singkatnya.

Polres di Indramayu sepertinya sudah bekerja sama dengan dokter umum terdekat (dr. Lisfayani), jadi untuk urusan cek kesehatan tidak perlu repot-repot lagi, hanya datang ke dokter umum dekat dengan polres, serahkan fotokopian KTP dan menunggu panggilan untuk cek kesahatan. Cek kesahatan pun terbilang cukup singkat hanya mengecek tekanan darah, dan ditanyai beberapa pertanyaan seperti golodangan darah, tinggi badan dan berat badan. Untuk biayanya sekitar 45 ribu rupiah.

Setelah mendapatkan surat kesehatannya, langsung saja datang ke kantor POLRES (sebelum masuk biasanya akan menyerahkan KTP terlebih dahulu sebagai bukti tamu). Kemudian sesampainya di kantor urusan SIM, saya segera menyerahkan surat kesehatan beserta SIM lama yang akan kadaluarsa dan menunggu antrian. Setelah mendapat panggilan antrian, saya segera menuju loket II. Di loket II saya mendaftarkan diri untuk perpanjangan dan sekaligus membayar uang perpanjangan SIM, untuk 2 SIM saya membayar sebesar 200 ribu. Berhubung waktu itu, cukup banyak orang-orang yang memperpanjang dan daftar baru, jadi antrian untuk foto dan input data, memakan waktu yang cukup lama, hampir 3 jam lamanya menunggu.

Waktu yang ditunggupun telah tiba, giliran saya untuk melakukan input data, seperti sidik jari, tanda tangan dan foto. Terakhir adalah waktunya menunggu pencetakkan SIM baru, dan Alhamdulillah selesai sudah proses perpanjangan masa berlaku SIM A dan C. Saya pun melangkahkan kaki untuk mengambil SIM di loker IV. Sepertinya fotonya lebih baik daripada SIM lama saya. hehe 

Sekian cerita dari saya semoga bisa bermanfaat bagi yang belum pernah perpanjangan masa berlaku SIM.